Selasa, 04 Desember 2012

CONTOH MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN

CONTOH MAKALAH PENGEMBANGAN KEPRIBADIAN PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
     Di era globalisasi ini banyak sekali warga Negara Indonesia yang mempunyai kepribadian baik, khususnya seorang pendidik. Seorang pendidik harus memiliki kepribadiannya yang baik, baik dalam hal berbicara, berpakaian dan sebagainya. Kepribadian sangat mencerminkan perilaku seseorang, maka dengan adanya mata kuliah ini kita diajarkan menjadi seorang pendidik yang mempunyai kepribadian yang sangat baik. Setiap orang sama seperti kebanyakan atau bahkan semua orang lain, kita bisa tahu apa yang diperbuat seseorang dalam situasi tertentu berdasarkan pengalaman diri kita sendiri. Kenyataannya, dalam banyak segi, setiap orang adalah unik, khas. Akibatnya yang lebih sering terjadi adalah kita mengalami salah paham dengan teman di kampus, sejawat di kantor tetangga atau bahkan dengan suami atau istri dan anak-anak dirumah. Kita terkejut oleh tindakan di luar batas yang dilakukan oleh seseorang yang biasa dikenal alim dan saleh, dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, kita membutuhkan sejenis kerangka acuan untuk memahami dan menjelaskan tingkah laku diri sendiri dan orang lain. kita harus memahami defenisi dari kepribadian itu, bagaimana kepribadan itu terbentuk. Selain itu kita membutuhkan teori-teori tentang tingkah laku, teori tentang kepribadian agar terbentuk suatu kepribadian yang baik. Sehingga gangguan-gangguan yang biasa muncul pada kepribadian setiap individu dapat dihindari. Psikologi kepribadian adalah salah satu cabang dari ilmu psikologi. Psikologi kepribadian merupakan salah satu ilmu dasar yang penting guna memahami ilmu psikologi. Manusia sebagai objek material dalam pembelajaran ilmu psikologi tentu memiliki kepribadian dan watak yang berbeda satu dengan yang lainnya. Watak digunakan untuk memberikan penafsiran kepada benda-benda maupun manusia. Pelajaran ini memang dianggap sepele, tapi sebenarnya pelajaran ini sangat penting dan sangat dibutuhkan, tidak semua orang dapat memahami kepribadian dirinya sendiri.

B. Rumusan Masalah
    Dari uraian di atas, maka masalah dalam penulisan makalah ini adalah:
1. Siapakah Sigmund Freud? 
2. Apa teori yang disampaikan oleh Sigmund Freud? 

C. Tujuan Penulisan
     Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 
1. Mengenal Sigmund Freud 
2. Mengetahui teori dari Sigmund Frued 

 PEMBAHASAN 

1. Perkembangan Kepribadian Menurut Sigmund Freu
    “Sigmun Freud Adalah seorang Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam psikologi. Ia lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg, dikota Moravia dan meninggal dunia pada tanggal 23 September 1939 di London. Yang sekarang dikenal sebagai bagian dari Republik Ceko. Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkatan kesadaran”, yakni : Sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak-sadar (unconscious manusia didasari pada hasrat seksualitas pada awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya. Pengalaman seksual dari Ibu, seperti menyusui, selanjutnya mengalami perkembangannya atau tersublimasi hingga memunculkan berbagai prilaku lain yang disesuaikan dengan aturan norma masyarakat atau norma Ayah. Alferd Adler, mengungkapkan adanya insting mati di dalam diri manusia, walaupun Freud pada awalnya menolak pernyataan Adler tersebut dengan menyangkalnya habis-habisan, namun pada akhirnya Freud pun mensejajarkan atau tidak menunggalkan insting seksual saja yang ada di dalam diri manusia, namun disandingkan dengan insting mati (Thanatos). Freud tertarik dan belajar hipnotis di Perancis, lalu menggunakannya untuk memban t penderita penyakit mental. Freud kemudian meninggalkan hipnotis setelah iaberhasil menggunakan metode baru untuk menyembuhkan penderita tekana. Psikologis yaitu asosiasi bebas dan analisis mimpi. Dasar terciptanya metode tersebut adalah dari konsep alam bawah sadar, asosiasi bebas adalah metode yang digunakan untuk mengungkap masalah-masalah yang ditekan oleh diri seseorang namun terus mendorong keluar secara tidak disadari hingga menimbulkan permasalahan. Teori perkembangan psikoseksual Sigmund Freud adalah salah satu teori yang paling terkenal, akan tetapi juga salah satu teori yang paling controversial, Freud membagi beberapa fase perkembangan kepribadian dalam beberapa fase: 

1. Fase Oral Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap 

2. Fase Anal Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan tubuhnya. Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan pelatihan toilet. 

3. Fase Phalic Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk ibu kasih sayang itu 

4. Fase Latent Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi dan kepercayaan diri. 

5. Fase Genital Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis. Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain tumbuh selama tahap ini. 

2. Perkembangan kepribadian menurut carl gustav jung “Carl Gustave Jung lahir pada tanggal 26 Juli 1875 di Kesswyl, suatu kota di kawasan Lake Costance di Canton Thurgau, Swiss. Jung belajar di Universitas Basel dalam ilmu kedokteran” : Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu kedepan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. Orang hidup dibimbing oleh tujuan maupun sebab. Jung menekankan pada peranan tujuan dalam perkembangan manusia. Pandangan inilah yang membedakan Jung dengan Freud. Bagi Freud dalam hidup ini hanya ada pengulangan yang tak ada habis-habisnya atas tema-tema instink sampai ajal menjelang. Bagi Jung dalam hidup ini ada perkembangan yang konstan dan sering kali kreatif, pencarian kearah yang lebih sempurna serta kerinduan untuk ahir kembali. 
“Tujuan perkembangan manusia adalah aktualisasi diri (diferensi sempurna saling hubung yang selaras seluruh aspek kepribadian manusia) di dalam proses perkembangan kepribadian dapat terjadi gerak maju dan gerak mundur”. Tahap-tahap perkembangan: 
1. Tahap pertama Membuat sadar fungsi pokok serta sikap jiwa yang ada dalam ketidaksadaran. 
2. Tahap kedua Membuat sadar imago.
3. Tahap ketiga Menyadari manusia hidup dalam berbagai pasangan yang berlawanan, baik rohaniah maupun jasmaniah. 
4. Tahap keempat Adanya hubungan selaras antara kesadaran dan ketadaksadaran. 

3. Teori Kepribadian Menurut Erikson “Manusia adalah makhluk yang penuh misteri. Banyak hal-hal yang belum terungkap sepenuhnya dalam diri manusia. upaya-upaya untuk memahami pribadi manusia ini telah dilakukan oleh para ahli sejak lama bahkan hingga saat ini”. Hal ini dibuktikan dengan buku-buku kontemporer yang membahasa tentang kepribadian manudia yang terus dicetak dan diperbaharui dari tahun ketahun. 

 a. Konsep Dasar Kepribadian “Erik Erikson adalah seorang psikolog yang merupakan murid dari Sigmund Freud seorang tokoh psikoanalitik. Erikson mengambil psikoanalitik sebagai dasar teorinya namun ia mengikut sertakan pengaruh-pengaruh sosial individu dalam perkembangannya”. Berbeda dengan Freud yang berpendapat bahwa pengalaman masa kanak-kanak, terutama di lima tahun awal, yang mempengaruhi kepribdian seseorang ketika dewasa. Erikson berpendapat bahwa masa dewasa bukanlah sebuah hasil dari pengalaman-pengalaman masa lalu tetapi merupakan proses kelanjutan dari tahapan sebelumnya. Erik Erikson membantah ide Freud yang mengatakan bahwa identitas sudah ditentukan dan terbentuk sejak kanak-kanak, pada usia lima atau enam tahun. Erikson berpendapat bahwa pembentukan identitas merupakan proses yang berlangsung seumur hidup. Manusia adalah makhluk yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif. Konsep dasar kepribadian manusia menurut Erik Erikson tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan/dorongan dari dalam diri individu, tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, seperti adat, budaya, dan lingkungan tempat dimana kepribadian individu berkembang dengan menghadapi serangkaian tahapan-tahapan sejak manusia lahir (bayi) hingga memasuki usila lanjut usia (masa dewasa akhir). 

b. Struktur Kepribadian “Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Erikson dalam mengembangkan teorinya mengambil dasar dari teori psikoanalitik Freud, namun Erik Erikson tidak sependapat dengan Freud yang mengatakan bahwa reaksi masa dewasa”, adalah hasil dari: Pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, khususnya di usia 5 sampai 6 tahun awal. Erikson berpendapat bahwa kepribadian manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah satu proses beradaptasi. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri. 

c. Proses Perkembangan Kepribadian “Proses perkembangan kepribadian menurut Erik Erikson adalah sebuah proses yang berlangsung sejak masa bayi hingga usia lanjut”. Proses perkembangan kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (dorongan dari dalam diri) tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang ada dilingkungan dimana individu tumbuh dan berkembang. Menurut Erikson, dalam alih bahasa Fransiska dkk. 2008, kepribadian (terutama focus Erikson pada identitas) berkembang melalui 8 tahap yang saling berurutan sepanjang hidup.Tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh Erikson ini menggunakan tahapan perkembangan psikoseksual Freud sebagai dasar teorinya, hal ini terlihat dari lima tahapan pertama yang Erikson ajukan memperlihatkan krisis ego yang sama dengan tahapan psikoanalitik Freud.Dalam setiap tahapan, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan. Berikut ini adalah tahap perkembangan kepribadian oleh Erikson yang kami kutip dari :

Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya) 
1. Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan 
2. Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup. 
3. Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak. 
4. Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak. 

Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt) 
1. Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun 
2. Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri. 
3. Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian. 
4. Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian. 
5. Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri. 

Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt) 
1. Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun. 
2. Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
3. Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa. 
4. Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas. 
5. Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil. 

Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri):
1. Terjadi pada usia 6 s/d pubertas. 
2. Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka. 
3. Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya. 
4. Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil. 
5. Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru. 
6. Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual. 
7. Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif. 
8. Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak. 

Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
1. Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun 
2. Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya. 
3. Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan). 
4. Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus. 
5. Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai. 
6. Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela. 
7. Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini. 
8. Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya. 

Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan) 
1. Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun) 
2. Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain. 
3. Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman. 
4. Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi. 
5. Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang. 

Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan) 
1. Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun). 
2. Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga. 
3. Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas. 
4. Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini. Tahap 
8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa).

1. Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun) 
2. Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu. 
3. Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan. 
4. Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa 
5. Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. 
6. Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian. 

d. Impliakasi terhadap Konseling Tujuan Konseling “Berdasarkan uraian di atas kami menyimpulkan bahwa teori konseling yang dapat digunakan adalah konseling Ego yang dikembangkan sendiri oleh erikson. Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego”. Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. 

Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari ide, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorangnadapun tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien secara penuh. Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada. 

e. Proses Konseling Beberapa aturan dalam konseling ego yaitu: 
1. Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran.
2. Proses konseling bertitik tolak dari asas kekinian. 
3. Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional. 
4. Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses konseling. 
5. Konseling harus dilakukan secara profesional. 
6. Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, melainkan hanya pada pola-pola tingkah laku salah suai saja. 

 f. Teknik-Teknik Konseling Adapun teknik-teknik dalam konseling ego adalah: 
1. Pertama-tama konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan klien. 
2. Usaha yang dilakukan oleh konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak lemahnya ego. 
3. Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif dan aspek lain yang terkait dengannya. 
4. Mengembangkan situasi ambiguitas (keadaan bebas dan tak terbatas) yang dapat dibina dengan: 
5. Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memunculkan perasaan yang ada dalam dirinya. 
6. Klien diperkenankan mengemukakan kondisi diri yang mungkin berbeda dengan orang lain. 
7. Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya transference melalui proyeksi. Pribadi yang transference adalah pribadi yang mengizinkan orang lain melihat pribadinya sedangkan proyeksi adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri. 
8. Pada saat klien transference, konselor hendaknya melakukan kontra transference. 
9. Konselor hendaknya melakukan diagnosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu: 
10. Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu. 
11. Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menyebabkan masalah tersebut menyebar. 
12. Menentukan letak masalah, apakah pada kebiasaan klien, cara bersikap atau cara merespon lingkungan. 
13. Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah. 
14. Membangun fungsi ego yang baru dengan cara: 
15. Dengan mengemukakan gagasan baru 16. Berdasarkan diagnosis dan gagasan tersebut diberikan upaya pengubahan tingkah laku.
17. Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling. 

g. Langkah- Langkah Konseling Adapun langkah-langkah dalan penyelenggaraan konego adalah:
1. Membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, feelingterhadap peranannya, penampilan dan hal lain yang terkait dengatugas-tugas kehidupannya.
2. Klien diproyeksikan dirinya terhadap masa depan. Dalam hal ini konselor mendiskusikan tujuan hidup masa depan klien, sekaligus potensi-potensi yang dimilikinya. Konselor membawa klien agar mampu melihat hubunagn yang signifikan antara masa depan dan tujuan hidup klien dengan kondisinya di masa sekarang.
3. Konselor mendiskusikan bersama klien hambatan-hambatan yang ditemuinya untuk mencapai tujuan masa depan.
4. Konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor berusaha agar klien melihat hubungan antara perasaan perasaannya tadi dengan tingkah lakunya. Konselor membantu klien menemukan seperangkat hasrat, kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap dalam kaitannya dengan hubungan sosial. Kalau memungkinkan konselor melatihkan tingkah laku yang baru. 

PENUTUP 

1. Kesimpula
   Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan suatu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan yang baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian yang baik atau berakhlak mulia. Freud membagi perkembangan kepribadian menjadi tiga tahapan, yakni tahap infantile (0-5 tahun), tahap laten (5-12 tahun), dan tahap genital (>12 tahun). Ada dua asumsi yang mendasari teori psikoanalisis Freud, yaitu: (1) asumsi determinisme psikis dan (2) asumsi motivasi tak sadar. Asumsi determinisme psikis (psychic deteminism) meyakini bahwa segala sesuatu yang dilakukan, dipikirkan, atau dirasakan individu mempunyai arti dan maksud, dan itu semuanya secara alami sudah ditentukan. Freud membagi struktur kepribadian ke dalam tiga komponen, yaitu id, ego, dan superego. Pandangan Jung tentang kepribadian adalah prospektif dan retrospektif. Prospektif dalam arti bahwa ia melihat kepribadian itu kedepan kearah garis perkembangan sang pribadi di masa depan dan retrospektif dalam arti ia memperhatikan masa lampau sang pribadi. 

2. Saran
    Dalam pembentukan suatu kepribadian sangat penting pengaruh peran dalam keluarga terutama orang tua. Sehingga sejak dini dibentuk, diajarkan dan dibiasakan kepribadian yang baik. Keluarga memberi teladan, sikap, tingkah laku, berkomunikasi yang baik dengan tetangga serta lingkungan masyarakat. Mari kita pelajari tentang keperibadian diri, agar kita dapat bersikap baik, sopan, dan tidak bersikap kasar terhadap orang lain. Dengan mempelajari kepribadian diri kita dapat mengubah diri kita menjadi orang yang professional. 

DAFTAR PUSAKA 

http://muhammadamirullah14.wordpress.com/2012/02/27/teori-kepribadian-erikson-2/ http://fawz-oxygen.blogspot.com/2009/12/
makalah-teori-kepribadian.html http://dotcom-internet.blogspot.com/2012/03/
contoh-makalah-psikologi-kepribadian.html http://www.slideshare.net/Pet-pet/kepribadian-diri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar